" Karmamy Eva Dhikaras te; Ma Phalesu Kadacana; Ma Karmaphalahetur Bhur; Ma Te Sango 'Stvakarmani" "Jalankan saja kewajibanmu; Jangan mengharap hasil; Jangan biarkan pahala menjadi motif tindakanmu; Demikian pula jangan biarkan dirimu berdiam diri".

19 Nov 2014

Sekilas Perang Puputan Margarana

Letkol Anumerta I Gst Ngr Rai
Kata “puputan” mungkin masih asing dalam kehidupan kita. Sebenarnya selama ini yang sering salah kita tangkap adalah arti dari perang puputan itu sendiri adalah perang habis-habisan atau perang sampai titik darah penghabisan .Perang habis2an ini sendiri sebenarnya bukanlah bertujuan untuk menang, melainkan untuk menyambut kematian dihadapan musuh, sampai habis tak bersisa. Perang ini biasanya diikuti oleh semua rakyat kerajaan tanpa terkecuali. Kecil besar, bayi dewasa, dan semua kasta ikut serta.Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. Nyawa seorang ksatria berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan kehormatan.
2. Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal istilah menyerah kepada musuh.
3. Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.

Dalam sejarahnya sendiri, sudah terjadi beberapa Puputan di Bali. Di antaranya adalah:

1. Puputan Klungkung
2. Puputan Jagaraga
3. Puputan Badung
4. Puputan Margarana
Monumen Puputan Margarana

Dan perang puputan yang akan dibahas kali ini adalah perang puputan yang dipelopori oleh I Gusti Ngurah Rai yaitu Puputan Margarana Latar belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Dijelaskan bahwa salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.


Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.

Puncak Peristiwa

Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba ditengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.Tak pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba serentak mengepung ladang jagung di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar itu.Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.


Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah.Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa.Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Pasukan TKR di wilayah ini bertempur dengan habis habisan mengakibatkan kematian seluruh Pasukan I Gusti Ngurah Rai.dan menyebabkan Belanda berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur.  
(Sumber : Tabloid Bhineka)

1 komentar:

  1. ada baiknya baca jg buku "Perang Bali" kisah nyata yg ditulis oleh I gusti Ngurah Pindha salah seorang pelaku sejarah perang bali yg sempat mengiringi pak Rai pd waktu bergerilya. sy yakin cara pandang teman2 thd perang margarana akan berubah.

    BalasHapus

VIDIO PERADAH JEMBRANA