SEJARAH HINDU
PERKEMBANGAN HINDU
Agama Hindu (Bahasa
Sansekerta: Sanātana Dharma
सनातन धर्म "Kebenaran Abadi", dan Vaidika-Dharma
("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua
India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme)
yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini
diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama
tertua di dunia yang masih eksis hingga kini.
Penganut agama Hindu sebagaian terdapat di anak benua India.
Disini terdapat sekitar 90 % penganut agama ini. Penduduk asli yang mendiami India
sekarang bermukim di daerah dataran tinggi Dekkan.Kehidupannya masih sangat
sederhana. Bangsa Dravida berasal dari daerah Asia Tengah (Baltic) masuk ke India
dan mendiami daerah sepanjang sungai Sindhu yang subur. Kebudayaan mereka lebih
tinggi dari penduduk asli. Bangsa Arya juga berasal dari daerah sekitar Asia
Tengah, menyebar memasuki daerah- daerah Iran (Persia), Mesopotamia, dan juga
masuk ke daerah Eropa. Yang sampai masuk ke India
adalah merupakan bagian dari yang pernah masuk ke Iran.
Mereka masuk ke India
dalam dua tahap di dua tempat yang berbeda. Pertama mereka masuk di daerah
Punjab yaitu daerah lima aliran anak sungai yang
disambut dengan peperangan oleh bangsa Dravida yang sudah lebih dulu bermukim
di sana. Karena
bangsa Arya lebih maju dan lebih kuat, Bangsa Dravida dapat dikalahkan. Tahap
kedua Bangsa Arya masuk ke India
melalui daerah dua aliran sungai yaitu lembah sungai Gangga dan lembah sungai
Yamuna, daerah ini dikenal dengan nama daerah Doab. Kedatangan mereka tidak
disambut peperangan, bahkan kemudian terjadi percampuran melalui perkawinan.
Bangsa- bangsa inilah yang menjadi nenek moyang bangsa India sekarang.
Kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa
Sansekerta). Dalam Rig Veda, bangsa Arya
menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh
sungai di barat daya anakbenua India, yang salah satu sungai
tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang
termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) —
sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada
masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
Telah diketahui bahwa bangsa yang datang kemudian di India adalah bangsa Arya yang mendiami dua
tempat yaitu di Punjab dan Doab. Di kedua
daerah tersebut mereka berkembang dan mengembangkan peradabannya. Dikatakan
bahwa orang- orang Aryalah yang menerima wahyu Weda. Wahyu- wahyu Weda ini
tidak turun sekaligus, melainkan dalam jangka waktu yang agak lama, dan juga
tidak diwahyukan di satu tempat saja. Penerima wahyu disebut Maha Resi, diterima
melalui pendengaran, dan oleh sebab itu wahyu Weda disebut Sruti (sru=
pendengaran). Kurun waktu turunnya wahyu- wahyu Weda itulah yang disebut jaman
Weda dan ajaran Weda inilah yang kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Dalam suatu penggalian di Mesir ditemukan sebuah inskripsi yang
diketahui berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah perjanjian antara Ramses II
dengan Hittites. Dalam perjanjian ini "Maitra Waruna" yaitu gelar
manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa menurut agama Hindu yang disebut- sebut dalam
Weda dianggap sebagai saksi. Gurun Sahara yang terdapat di Afrika Utara menurut
penelitian Geologi adalah bekas lautan yang sudah mengering. Dalam bahasa
Sanskerta Sagara artinya laut; dan nama Sahara
adalah perkembangan dari kata Sagara. Diketahui pula bahwa penduduk yang hidup
di sekelilingnya pada jaman dahulu berhubungan erat dengan Raja Kosala yang
beragama Hindu dari India.
Penduduk asli Mexico
mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta, yang bertepatan dengan perayaan
Nawa Ratri di India. Dari hasil penggalian di daerah itu didapatkan patung-
patung Ganesa yang erat hubungannya dengan agama Hindu. Di samping itu penduduk
purba negeri tersebut adalah orang- orang Astika (Aztec), yaitu orang- orang
yang meyakini ajaran- ajaran Weda. Kata Astika ini adalah istilah yang sangat
dekat sekali hubungannya dengan "Aztec" yaitu nama penduduk asli
daerah itu, sebagaimana dikenal namanya sekarang ini. Penduduk asli Peru
mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada saat- saat matahari berada pada
jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli ini disebut Inca. Kata
"Inca" berasal dari kata "Ina" dalam bahasa Sanskerta yang
berarti "matahari" dan memang orang- orang Inca adalah pemuja Surya.
Uraian tentang Aswameda Yadnya (korban kuda) dalam Purana yaitu salah
satu Smrti Hindu menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi
Kapila. Putra- putra raja ini berusaha ke Patala loka (negeri di balik bumi=
Amerika di balik India)
dalam usaha korban kuda itu. Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa di
hutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra- putra raja
Sagara sehingga menjadi abu. Pengertian Patala loka adalah negeri di balik India
yaitu Amerika. Sedangkan nama Kapila Aranya dihubungkan dengan nama California dan di sana
terdapat taman gunung abu (Ash
Mountain Park).
Di lingkungan suku- suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian
tertentu yang dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance). Tarian itu dibawakan
oleh penari- penarinya dengan memakai tanda "Tri Kuta" atau tanda
mata ketiga pada dahinya. Tanda- tanda yang sugestif ini jelas menunjukkan
bahwa di negeri itu telah mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.
HINDU DI INDONESIA
Agama Hindu masuk ke Indonesia
diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para Musafir dari India
antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru
atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir Budha Pahyien.
Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebarkan Dharma.
Bukti- bukti peninggalan ini sangat banyak berupa sisa- sisa kerajaan Hindu
seperti Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman di Jawa Barat. Kerajaan
Kutai dengan rajanya Mulawarman di Kalimantan Timur, Kerajaan Mataram Hindu di
Jawa Tengah dengan rajanya Sanjaya, Kerajaan Singosari dengan rajanya
Kertanegara dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, begitu juga kerajaan Watu
Renggong di Bali, Kerajaan Udayana, dan masih banyak lagi peninggalan Hindu
tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Raja- raja Hindu ini dengan para alim
ulamanya sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan agama, seni dan budaya,
serta kesusasteraan pada masa itu. Sebagai contoh candi- candi yang bertebaran
di Jawa di antaranya Candi Prambanan, Borobudur, Penataran, dan lain- lain,
pura- pura di Bali dan Lombok, Yupa- yupa di Kalimantan, maupun arca- arca dan
prasasti yang ditemukan hampir di seluruh Nusantara ini adalah bukti- bukti
nyata sampai saat ini. Kesusasteraan Ramayana, Mahabarata, Arjuna Wiwaha,
Sutasoma (karangan Empu Tantular yang di dalamnya terdapat sloka "Bhinneka
Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa") adalah merupakan warisan- warisan
yang sangat luhur bagi umat selanjutnya. Agama adalah sangat menentukan corak
kehidupan masyarakat waktu itu maupun sistem pemerintahan yang berlaku; hal ini
dapat dilihat pada sekelumit perkembangan kerajaan Majapahit. Raden Wijaya
sebagai pendiri kerajaan Majapahit menerapkan sistem keagamaan secara dominan
yang mewarnai kehidupan masyarakatnya. Sewaktu meninggal, oleh pewarisnya
dibuatkan pedharman atau dicandikan pada candi Sumber Jati di Blitar Selatan
sebagai Bhatara Siwa dan yang kedua didharmakan atau dicandikan pada candi
Antapura di daerah Mojokerto sebagai Amoga Sidhi (Budha). Raja Jayanegara
sebagai Raja Majapahit kedua setelah meninggal didharmakan atau dicandikan di
Sila Petak sebagai Bhatara Wisnu sedangkan di Candi Sukalila sebagai Buddha. Maha
Patih Gajah Mada adalah seorang Patih Majapahit sewaktu pemerintahan Tri Buana
Tungga Dewi dan Hayam Wuruk. Ia adalah seorang patih yang sangat tekun dan
bijaksana dalam menegakkan dharma, sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam
pemerintahan Sri Baginda. Semenjak itu raja Gayatri memerintahkan kepada
putranya Hayam Wuruk supaya benar- benar melaksanakan upacara Sradha. Adapun
upacara Sradha pada waktu itu yang paling terkenal adalah mendharmakan atau
mencandikan para leluhur atau raja- raja yang telah meninggal dunia (amoring
Acintya). Upacara ini disebut Sradha yang dilaksanakan dengan Dharma yang
harinya pun telah dihitung sejak meninggal tiga hari, tujuh hari, dan
seterusnya sampai seribu hari dan tiga ribu hari. Hal ini sampai sekarang di
Jawa masih berjalan yang disebut dengan istilah Sradha, Sradangan yang pada
akhirnya disebut Nyadran. Memperhatikan perkembangan agama Hindu yang mewarnai
kebudayaan serta seni sastra di Indonesia di mana raja- rajanya sebagai
pimpinan memperlakukan sama terhadap dua agama yang ada yakni Siwa dan Budha,
jelas merupakan pengejawantahan toleransi beragama atau kerukunan antar agama
yang dianut oleh rakyatnya dan berjalan sangat baik. Ini jelas merupakan nilai-
nilai luhur yang diwariskan kepada umat beragama yang ada pada saat sekarang.
Nilai- nilai luhur ini bukan hanya mewarnai pada waktu lampau, tetapi pada masa
kini pun masih tetap merupakan nilai- nilai positif bagi pewaris- pewarisnya
khususnya umat yang meyakini agama Hindu yang tertuang dalam ajaran agama
dengan Panca Sradhanya. Kendatipun agama Hindu sudah masuk di Indonesia pada
permulaan Tarikh Masehi dan berkembang dari pulau ke pulau namun pulau Bali
baru mendapat perhatian mulai abad ke-8 oleh pendeta- pendeta Hindu di
antaranya adalah Empu Markandeya yang berAsrama di wilayah Gunung Raung daerah
Basuki Jawa Timur. Beliaulah yang memimpin ekspedisi pertama ke pulau Bali sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut
sebanyak ± 400 orang. Ekspedisi pertama ini mengalami kegagalan. Setelah
persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000 orang dan
akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka
adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau mendirikan sebuah pura
tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang berarti
permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal gunung
Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air yang diberi nama
Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula- mula disebut Pura
Basuki. Dari sini beliau menyusuri wilayah makin ke timur sampai di Gunung
Sraya wilayah Kabupaten Karangasem, selanjutnya beliau mendirikan tempat suci
di sebuah Gunung Lempuyang dengan nama Pura Silawanayangsari, akhirnya beliau
bermukim mengadakan Pasraman di wilayah Lempuyang dan oleh pengikutnya beliau
diberi gelar Bhatara Geni Jaya Sakti. Ini adalah sebagai tonggak perkembangan
agama Hindu di pulau Bali. Berdasarkan
prasasti di Bukit Kintamani tahun 802 Saka (880 Masehi) dan prasasti Blanjong
di desa Sanur tahun 836 Saka (914 Masehi) daerah Bali
diperintah oleh raja- raja Warmadewa sebagai raja pertama bernama
Kesariwarmadewa. Letak kerajaannya di daerah Pejeng dan ibukotanya bernama
Singamandawa. Raja- raja berikutnya kurang terkenal, baru setelah raja keenam
yang bernama Dharma Udayana dengan permaisurinya Mahendradata dari Jawa Timur
dan didampingi oleh Pendeta Kerajaan Empu Kuturan yang juga menjabat sebagai
Mahapatih maka kerajaan ini sangat terkenal, baik dalam hubungan politik,
pemerintahan, agama, kebudayaan, sastra, dan irigasi semua dibangun. Mulai saat
inilah dibangun Pura Kahyangan Tiga (Desa, Dalem, Puseh), Sad Kahyangan yaitu
Pura Lempuyang, Besakih, Bukit Pangelengan, Uluwatu, Batukaru, Gua Lawah,
Sistem irigasi yang terkenal dengan Subak, sistem kemasyarakatan, Sanggar/
Merajan, Kamulan/Kawitan dikembangkan dengan sangat baik.
Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh keadaan di Bali sangat tenang karena tidak ada pergolakan agama. Pada saat itulah datang seorang Empu dari Jawa yang bernama Empu Dwijendra dengan pengikutnya yang mengembangkan dan membawa pembaharuan agama Hindu di Bali. Dewasa ini, terutama sejak jaman Orde Baru, perkembangan Agama Hindu makin maju dan mulai mendapat perhatian serta pembinaan yang lebih teratur.
Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh keadaan di Bali sangat tenang karena tidak ada pergolakan agama. Pada saat itulah datang seorang Empu dari Jawa yang bernama Empu Dwijendra dengan pengikutnya yang mengembangkan dan membawa pembaharuan agama Hindu di Bali. Dewasa ini, terutama sejak jaman Orde Baru, perkembangan Agama Hindu makin maju dan mulai mendapat perhatian serta pembinaan yang lebih teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar