" Karmamy Eva Dhikaras te; Ma Phalesu Kadacana; Ma Karmaphalahetur Bhur; Ma Te Sango 'Stvakarmani" "Jalankan saja kewajibanmu; Jangan mengharap hasil; Jangan biarkan pahala menjadi motif tindakanmu; Demikian pula jangan biarkan dirimu berdiam diri".

3 Okt 2013

MENGENAL PURA/KAHYANGAN 1



PURA/DANG KAHYANGAN RAMBUT SIWI

Pura Rambut Siwi terletak di Desa Yeh Embang, sebelah timur kota Negara, ibukota kabupaten Jembrana. Jaraknya sekitar 18 kilometer.Jika Anda berangkat dari Kuta, Anda harus menempuh jarak sejauh 88 kilometer.

Asal mula Pura Rambut Siwi tertuang dalam lontar Dwijendra Tatwa. Keberadaan pura ini sangat terkait dengan mitologi kedatangan Mpu Dang Hyang Nirartha dari Jawa Timur ke Bali pada tahun 1411 Caka atau tahun 1489 masehi. Ceritanya, ketika Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali salah satu pura yang beliau kunjungi adalah Pura Rambut Siwi.Saat beliau memasuki pura, penjaga pura mengharuskan agar Mpu Dang Hyang Nirartha sembahyang di pura tersebut. Kalau tidak, beliau akan diterkam oleh harimau.





Karena diharuskan, menyembahlah beliau di pura tersebut.Ternyata pura tersebut menjadi hancur berantakan.Melihat itu, penjaga pura akhirnya mohon maaf kepada Mpu Dang Hyang Nirartha.Di samping itu, penjaga pura mohon agar pura itu dikembalikan pada keadaan semula.Atas kesaktian Mpu Dang Hyang Nirartha, pura itu pun kembali utuh seperti sebelumnya.Lalu Mpu Dang Hyang Nirartha mengambil sehelai rambut beliau dan meletakkanya di pura tersebut untuk dijadikan sarana pemujaan.Sejak itulah pura tersebut bernama Pura Rambut Siwi.
Kisah lain, Dang Hyang Nirartha dalam perjalanannya di Bali sempat tinggal di Desa Gading Wani.Beliau mendengar di desa itu masyarakatnya sedang dilanda sakit keras.Bahkan, tidak sedikit yang meninggal akibat sakit yang dideritanya.Kedatangan Dang Hyang Nirartha di desa itu berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat.Karena itu pula, masyarakat berharap agar Dang Hyang Nirartha bisa tetap tinggal di desa itu.
Sayang, Dang Hyang Nirartha tidak bisa memenuhi keinginan warga setempat, sebagai gantinya, beliau menghadiahkan sehelai rambutnya sebagai jimat untuk menolak wabah penyakit.Rambut inilah yang kemudian dipuja (Siwi) dan dibuatkan tempat suci sebagai tempat penyimpanan.Karena itulah pura tersebut dinamakan Pura Rambut Siwi.

Pura Rambut Siwi terletak di pinggir pantai selatan Pulau Bali bagian barat, lebih kurang 200 meter dari jalan raya jurusan Denpasar-Gilimanuk. Jadi mudah dijangkau dengan kendaraan apa pun. Waktu kunjungan yang paling baik adalah pada sore hari sebelum matahari terbenam.
Menurut Ida Ayu Putu Nuadnya, mangku istri di Pura Luhur Rambut Siwi, dari semua pura tersebut, Pura Penataran dan Pura Luhur merupakan pura inti, sedangkan yang lainnya merupakan pesanakan.

Di Pura Luhur terdapat 13 bangunan. Bangunan itu antara lain Padma, Pengayeng Gunung Agung, Meru Tiga linggih Ida Batara Sakti Wawu Rauh, Gedong, palinggih Ratu Nyoman Sakti, palinggih tumpang dua linggih Batari Dewa Ayu Ulun Danu, palinggih Rambut Sedana, Taksu, Pepelik, Piasan, Peselang, Bale Gong dan Gedong Pesimpenan Busana.
Karena secara geografis Pura Luhur Rambut Siwi berada di wilayah Yeh Embang, Mendoyo maka pekandel pura pun berasal dari tiga desa yang sekitar pura yakni Desa Yeh Embang Kangin, Yeh Embang dan Yeh Embang Kauh. Dari tiga desa ini terdapat delapan bendesa.Saat ini ketua pekandel dipegang Gusti Made Sedana, Bendesa Yeh Embang Kauh.Sementara itu, Pengempon pura berasal dari Kecamatan Mendoyo dan Pekutatan.Ketua pengempon dipegang Dewa Made Beratha.

Pada saat pujawali, selain Mangku Lingsir Istri Dayu Ketut Alit, Mangku Gede Ida Bagus Kade Ordo dan Mangku Istri Ida Ayu Putu Nuadnya, banyak pemangku yang ngayah di pura. Pembagian pemangku yang ngayah sudah diatur oleh bendesa masing-masing.Namun untuk sehari-harinya, Mangku Gede dan Mangku Istri yang berada di Pura Luhur.

Mohon Keselamatan di Perjalanan

JIKA melintasi jalan Denpasar-Gilimanuk di wilayah Yeh Embang, Mendoyo, banyak kendaraan yang berhenti di selatan jalan.Pengguna jalan yang beragama Hindu biasanya melakukan persembahyangan di tempat ini.
Bagi mereka yang sudah terbiasa, tempat ini disebut Pura Pesanggrahan Rambut Siwi. Jika menghadap ke selatan dari Pura Pesanggrahan ini, akan nampak Pura Luhur Rambut Siwi dengan background lautan membiru.
Begitu turun dari kendaraan, ada umat yang langsung masuk ke Pura Pesanggrahan dengan membawa canang sendiri atau membeli di sekitar Pura Pesanggrahan. Usai sembahyang, mereka mendapat percikan tirtha dari pemangku disertai doa semoga selamat dalam perjalanan. Bagi yang tidak membawa canang, mereka tinggal turun dari kendaraan. Pemangku pun dengan sigap akan melayani pemedek. Usai matirtha dan mendapat bija serta bunga, mereka mengaturan sesari.Tidak ada ketentuan berapa sesari yang diaturkan.Semua itu tergantung dari umat.Tak hanya umat saja yang didoakan supaya selamat dalam perjalanan.Kendaraan pun ikut diperciki tirtha dan dipasangi bunga serta bija.

Pada hari-hari biasa, ratusan lebih kendaraan mulai dari kendaraan pribadi hingga kendaraan umum berhenti untuk berdoa dan mohon keselamatan. Pada hari libur atau hari-hari piodalan, jumlah kendaraan akan meningkat. Rombongan yang matirtayatra ke tanah Jawa biasanya berhenti untuk sembahyang di Pura Pesanggrahan ini.
Demikian pula dengan rombongan yang plesir atau study tour ke Jawa.''Kami tidak pernah memaksakan umat untuk berhenti dan sembahyang di Pura Pesanggrahan.Sembahyang itu tidak boleh dipaksakan,'' ujar Ida Ayu Putu Nuadnya, mangku istri di Pura Luhur Rambut Siwi.Sesari yang diperoleh dari pemedek, dipergunakan untuk biaya pujawali di Pura Luhur Rambut Siwi.

Sejarah Singkat Pura Rambut Siwi

Setelah Dang Hyang Dwijendra menjabat Pandita Kerajaan di Gelgel dan sudah memberikan diksa kepada Dalem Waturenggong, beberapa tahun kemudian beliau berniat untuk melakukan tirthayatra, melihat dari dekat perkembangan ajaran kerohanian di desa-desa.Untuk melaksanakan niat Beliau tersebut, beliau minta izin kepada Dalem Waturenggong agar beliau berkekan memberikan persetujuannya. Karena tujuannya sangat baik, Dalem tidak berkeberatan dan mengizinkan sang Mpu untuk melaksanakan perjalanan bertirthayatra itu. 

Konon berangkatlah beliau menuju arah barat, mula-mula sampai di daerah Jembrana.Kebetulan beliau sampai pada sebuah parahyangan yang biasanya pura itu dujaga oleh seorang penjaga pura sekalian sebagai pemilik parahyangan itu. Seperti kebiasaan sang penunggu parahyangan itu, setiap orang yang lewat di tempat itu diharuskan untuk bersembahyang terlebih dahulu sebelum mereka meneruskan perjalanan. Kebetulan hari itu yang tengah lewat adalah Dang Hyang Nirartha. Sang penunggu parahyangan itu menegur sang Mpu agar beliau mengadakan persembahyangan di tempat suci itu. Dia juga menjelaskan bahwa parahyangan itu sangat angker sekali. Barangsiapa yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di sana, dia tidak mau menjamin keselamatannya. Pasti orang itu akan menemukan celaka. 

Setelah sang Mpu bertanya, kesusahan apa yang akan dialami orang-orang yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di parahyangan itu, sang penunggu parahyangan itu mengatakan bahwa yang bersangkutan pasti akan dimakan macan. Di daerah sekitar itu banyak macan yang sangat ganas yang merupakan rencangan parahyangan ini. Dia meminta berkali-kali kepada Mpu Nirartha agar beliau mau bersembahyang terlebih dahulu sebelum beliau melanjutkan perjalanannya agar benar-benar selamat di perjalanannya nanti. 

Mpu Nirartha menuruti perkataan sang penjaga pura itu, seraya beliau mempersiapkan diri akan bersembahyang. Di situ beliau menyatukan bayu, sabdha, dan idhepnya seraya mengarahkan konsentrasinya berngara sika atau mata ketiga.Tak lama kemudian tiba-tiba saja parahyangan menjadi pecah dan rubuh. Sang pemilik parahyangan itu angat kaget melihat kejadian yang sangat gaib itu, seraya ia minta ampun, agar parahyangan itu bisa dibangun lagi, sehingga ada tempat ia menghaturkan persembahyangan kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa.

Sambil menangis ia mohon ampun kepada sang Mpu agar sudi memaafkan kesalahan-kesalahannya dan mohon agar parahyangannya dapat dibangun kembali. Sang Mpu Nirartha menasihatinya agar tidak membohongi penduduk yang tidak tahu apa itu, dan harus berjajni bakti kepada Sang Hyang Widhi selain kepada leluhur. Maka setelah ia berjanji tidak akan membohongi penduduk lagi, Maka Dang Hyang Nirartha membangun kembali tempat persembahyangan itu. Selanjutnya beliau emutuskan untuk tinggal lebih lama di sana. Lama kelamaan didengar sang Mpu berada di sana, banyak para penduduk datang, ada yang ingin berguru agama dan tidak sedikit yang datang untuk berobat. Hal itu terjadi karena nama beliau sebelumnya di Gadingwani sudah sangat dikenal betul sebagai ahli pengobatan di samping ahli ilmu agama. Ramailah orang datang ke parahyangan itu. Lama-kelamaan karena beliau memang ingin beranjangsana berkeliling, maka beliau menyatakan akan meninggalkan mereka dan meneruskan perjalanan. Para penduduk sangat sedih karena kepergian beliau, karena mereka sudah merasa senang beliau berada di sana.mereka memohondengan sangat agar sang Mpu bersedia tinggal lebih lama di sana. Sang Mpu tetap tidak bisa menuruti permintaan para menduduk itu. Maka untuk mengikat mereka, sang Mpu berkenan memberikan selembar rambut beliau agar ditaruh di tempat parahyangan itu untuk dijadkan penyiwian sebagai pertanda peringatan akan keberadaannya. 

Kemudian dari tempat itu disebut Parahyangan Rambut Siwi atau Pura Rambut Siwi.Selanjutnya beliau menetapkan hari baik untuk pujawali Parahyangan Rambut Siwi tersebut.Piodalannya jatuh pada RABU UMANIS PRANGBAKAT.Pada hari itu disuruh menyelenggarakan pujawali untuk memohon berkah.Matahari ketika itu telah pudar cahayanya, kian merendah hendak menyembunyikan wajahnya di tepi langit barat, karena itu sang pendeta berniat akan bermalam di Pura Rambut Siwi. Orang-orang makin banyak menghadap sang pendeta, yang berniat memohon nasihat soal agama, ada pula yang mohon obat. 

Semalam-malaman itu sang pendeta menasihatkan ajaran agama kepada penduduk, terutama berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi dan Bhatara-Bhatari leluhurnya, agar sejahtera hidupnya di dunia. Dan diperingatkan juga pelaksanaan puja wali di Pura Rambut Siwi agar masyarakat menjadi selamat dan tentram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VIDIO PERADAH JEMBRANA