" Karmamy Eva Dhikaras te; Ma Phalesu Kadacana; Ma Karmaphalahetur Bhur; Ma Te Sango 'Stvakarmani" "Jalankan saja kewajibanmu; Jangan mengharap hasil; Jangan biarkan pahala menjadi motif tindakanmu; Demikian pula jangan biarkan dirimu berdiam diri".

4 Nov 2011

Sidak Minuman Beralkohol KANTOR MILIK DINAS PARIWISATA JADI GUDANG MIRAS

Harian Bali Post (2/11) hal. 13 memuat berita dengan judul sebagaimana judul tulisan ini. Sepintas kelihatannya seperti biasa saja. Namun kalau dibaca keseluruhan berita tersebut, sesungguhnya ada sesuatu yang sangat menarik untuk mendapat perhatian kita bersama. Apaan Tuh……. ?
“Terungkapnya sebuah Kantor Milik Dinas Dikporaparbud (Pariwisata) yang berlokasi di Kawasan Wisata Delodbrawah menjadi Gudang Miras adalah merupakan hasil sidak Tim Pengawasan Mikol dari Dinas Perindagkop Kabupaten Jembrana di kawasan wisata pantai tersebut. Kantor yang semestinya berfungsi sebagai pusat informasi pariwisata ternyata beralih fungsi sebagai gudang miras.  Buku-buku tentang informasi pariwisata yang semestinya ada disana ternyata digantikan buku-buku yang berisi   catatan pembelian bir yang distok ke kafe-kafe di sekitar Delodbrawah”.
Point yang menarik dari semua ini adalah kantor yang beralih fungsi menjadi gudang miras dijaga oleh Pecalang Desa Adat Delodbrawah. Itu berarti ada peran Desa Pakraman didalam pemanfaatan Gedung Kantor tersebut untuk menyimpan miras dan mengatur distribusi miras tersebut ke kafe-kafe dikawasan wisata pantai tersebut.
Ini mungkin salah satu kasus yang mencuat kepermukaan dimana telah terjadi penyimpangan fungsi Desa Pakraman. Kami katakan  salah satu kasus,  karena tidak tertutup kemungkinan juga terjadi di Desa-Desa Pakraman lainnya yang mempunyai fotensi pariwisata seperti Desa Pakraman Delodbrawah. Konsep Desa Pekraman yang merupakan warisan dari Mpu Kuturan adalah dibentuk untuk membentengi masyarakat (umat Hindu) agar senantiasa bisa hidup harmonis sebagaimana diamanatkan konsep Tri Hita Karana yaitu penyelarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Ida Sanghyang Widhi), hubungan manusia dengan manusia dan penyelarasan hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam Desa Pakraman diharapkan Umat Hindu dapat hidup harmonis sesuai dengan adat istiadat dan budaya Bali serta mampu membentengi umatnya dari pengaruh budaya luar (Bali) yang tidak sesuai dengan ajaran Hindu. Warisan yang luhur inilah yang telah memberi roh bagi pariwisata Bali. Wisatawan datang ke Bali adalah karena Seni Budaya serta Adat istiadatnya dengan jiwa Agama Hindu yang didukung keindahan alamnya yang masih alami. Menyadari akan hal tersebut  Pemerintah berusaha menjaga kelestarian/eksistensi dari Desa Pakraman. Sebut saja  kegiatan-kegiatan lomba lembaga-lembaga adat   serta festival-festival seni budaya serta pemberdayaan ekonomi masyarakat Desa Pakraman dengan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) maupun Program CBD dll adalah kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam rangka melestarikan warisan leluhur kita (orang Bali) yang adiluhung tersebut. Tidak hanya itu saja, Pemerintah juga mengucurkan dana ratusan juta kepada masing-masing Desa Pakraman untuk pemberdayaan Desa Pakraman. Semua itu adalah bertujuan agar Prejuru Desa Pakraman  sebagai pengendali Desa Pakraman focus mengurusi Desa Pakraman dibidang Adat istiadat, Budaya dan Agama Hindu. Memang tidak sedikit permasalahan yang muncul dalam perjalannya, namun hendaknya dicarikan jalan keluar yang lebih bijaksana (bukan bejek sana-bejek sini) dengan tetap berpegang teguh pada adat, budaya dan agama Hindu. Demikianlah idialnya seorang Bendesa  Pekraman dengan tanggungjawabnya  Membina kehidupan masyarakatnya agar sesuai dengan adat dan budaya serta Agama Hindu sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat Desa Pakraman itu sendiri.
Pertanyaannya sekarang adalah tidak cukupkah perhatian Pemerintah kepada Desa Pakraman sehingga Bendesa Pakraman harus mencari usaha sampingan?
Jawabannya sudah pasti kurang dibandingkan dengan tuntutan    “kebutuhan”      ( dan juga  “keinginan”)  Masyarakat yang kian hari kian kompleks serta ingin serba instan.

Dalam kontek pemberitaan media sebagaimana tersebut diatas,  sepertinya ada sedikit kekeliruan dan perlu pelurusan dari pelaksanaan fungsi  Desa Pekraman. Adalah sangat bijaksana apabila Bendesa Pakraman yang wilayah desanya mempunyai potensi pariwisata lebih berperan dalam hal-hal tertentu saja seperti : menjaga ketentraman dan ketertiban wilayahnya  agar keberadaan kafe-kafe tersebut tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban kehidupan masyarakatnya, misalnya   dengan menjadi filter bagi pengunjung maupun pekerja, menjadi pengendali waktu beroperasinya, menyediakan layanan kesehatan dan membantu mencegah terjadinya peredaran barang-barang terlarang psikotropika. Sayangnya  yang terjadi justru sebaliknya. Aparat yang berwenang baik sipil, polri maupun Desa pakraman itu sendiri sering turut larut memanfaatkan dan  menikmati layanan dari apa yang semestinya menjadi pengawasannya  sehingga aparat tidak bisa bertindak tegas dan cendrung kelihatan lebih   bijaksana  ( baca : bejek sana- bejek sini). Masyarakat umumnya sudah tahu sedang  terjadi perselingkuhan antara tikus dengan kucing, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Penertiban yang dilakukan aparat hanyalah sandiwara belaka untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa aparat telah melaksanakan fungsinya meskipun hasilnya tidak memuaskan ( karena  yang ditertibkan sudah tahu rencana yang dilakukan aparat). 
Cilakanya lagi, disadari atau tidak….   ada indikasi pembunuhan karakter  “ Desa Pakraman”  dengan berdalih  O T O N O M I.
Oleh karena itu,…..   Siapapun orangnya……….. dan apapun jabatannya………… mari sadari apa tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang mengiringinya agar tercipta  K E H A R M O N I S A N  .
Pendapat anda bagaimana ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VIDIO PERADAH JEMBRANA